Adaptasi Bahan Pengganti Merkuri
Membaca tulisan “Indonesia
Bukan Tanah Surga” (Jawa Pos, 23/4/2012), membuat penulis mengernyitkan
alis dan dahi. Timbul sebuah tanda tanya besar, dalam sisi apa kesimpulan
semacam itu bisa dianggap sahih? Jika parameter yang dipakai adalah wajah
buramnya ekologi Indonesia, maka kesimpulan menjadi kurang akurat. Jika hanya
mengkambing-hitamkan tertundanya konversi bahan bakar minyak ke gas, tentu
kurang masuk akal. Ada faktor lain yang selama ini tidak disadari: penggunaan
dan pengelolaan merkuri.
Masyarakat yang mencari nafkah dengan cara
menambang emas tentu sudah sangat akrab dengan merkuri. Merkuri merupakan bahan
utama yang digunakan untuk mengikat emas dalam proses amalgamasi. Namun
pengetahuan mereka hanya terbatas pada nilai/kadar emas yang didapatkan, bukan
pada efek negatif yang terjadi di lingkungan. Yang nomor satu adalah urusan
makan, efek yang ditimbulkan itu nomor sekian.
Dalam proses amalgamasi, secara sederhana,
merkuri yang dipakai untuk mengikat emas akan langsung menguap dan terbuang ke
udara. Mereka tidak menyadari bahwa merkuri itu sangat berbahaya! Jika terhirup
oleh manusia akan mengganggu fungsi otak, ginjal, dan cacat lahir. Maka,
pembatasan dan pengelolaan merkuri secara ketat sangat diperlukan.
Maka,
tepat kiranya langkah yang diambil oleh Lembaga Pengembangan Hukum Lingkungan
Hidup (ICEL): mengajukan draf pengelolaan merkuri kepada Deputi Bahan Beracun
dan Berbahaya (B3). Jika draf pengelolaan ini disetujui, bukan hanya lingkungan
hidup sehat yang terpenuhi, tapi alternatif pengganti merkuri juga dapat
teratasi.
Adaptasi Logistik
Jika ICEL hanya mengajukan
draf pembatasan dan pengelolaan merkuri, tentu tak serta-merta sertifikasi
merkuri langsung terpenuhi. Ada tawaran yang jitu dari Balifokus, ICEL, yaitu
mengganti bahan baku utama merkuri dengan sianida. Dalam berbagai literatur
dibahas bahwa sianida, seperti halnya merkuri, juga beracun. Namun, sianida
mempunyai kontrol yang lebih mudah, sehingga mudah terdegradasi oleh sinar
ultraviolet dari matahari.
Selanjutnya, permasalahan
yang muncul adalah seberapa besar Balifokus dapat menyediakan sianida sebagai
logistik pengganti merkuri? Meminjam istilah Renaldkasali, “Logistik yang buruk
atau dikelola ‘asal jadi’ bisa membuat sumber daya manusia dan alam menjadi
hilang.” Kita jadi mafhum bahwa, bukan hanya sertifikasi merkuri dan logistik
yang memadai, tetapi adaptasi masyarakat juga menjadi harga mutlak.
Program yang tepat perlu dirancang untuk
mensosialisasikan kebijakan baru ini. Kurang konkretnya program bisa berakibat
pada kebingungan masyarakat dalam menggunakan sianida. Akibatnya, menjadi tidak
jelas keberhasilan dari dari upaya adaptasi yang diterapkan. Jika salah dalam
mengelola, seperti halnya wacana konversi bahan bakar minyak ke gas, terjadi
penolakan dimana-mana!
Sebuah barang yang baru,
memang biasanya menuai banyak kritik dan tak lepas dari berbagai macam
kontroversi. Masih kuat diingatan, saat pertama kali diterapkan, gas elpiji
juga menjadi buah permasalahan. Namun setelah berulang-kali digunakan dan
kekurangan perlahan-lahan dibenahi, ketergantungan masyarakat terhadap minyak
dapat direduksi. Elpiji pun menjadi pilihan nomor satu karena harganya
terjangkau oleh kantong rakyat.
Jika boleh memperbandingkan,
maka ihwal terkait elpiji ini bisa diambil pelajaran lebih dini dalam
pengelolaan merkuri. Sekecil apapun pengaruhnya, adaptasi masyarakat dan kuat-lemahnya
fasilitas logistik sianida pengganti merkuri perlu diperhitungkan secara
matang. Apalagi kita menyadari bahwa sekarang ini, menurut Data Kementrian
Perdagangan 2012, alokasi impor sebesar 2,2 ton dengan realisasi 1,25 ton.
Sebagian besar merkuri masuk di Indonesia secara ilegal.
Melihat geliat para penambang
yang semakin tak mengindahkan aturan, sampai saat ini dapat dipastikan bahwa
mereka tidak pernah merisaukan akan berbagai kerusakan. Bahkan untuk
mendapatkan segenggam tanah berisi emas, tanah galian menjadi rebutan, hingga
korban bertebaran. Anehnya mereka tidak sadar bahwa bencana ekologi lebih besar
telah menunggu di depan jalan. Potret seperti inilah kiranya yang bisa kita
nilai sebagai “Indonesia bukan tanah surga.”
Draf pengelolan merkuri telah
diajukan, sianida bahan logistik pengganti merkuri pun telah ditawarkan,
tinggal menanti bukti dan kesungguhan untuk melaksanakan. Kembali meminjam
istilah Renaldkasali, bahwa posisi logistik itu sebagai “channel.” Maka,
dengan melihat bahaya yang ditimbulkan oleh merkuri, jelas dibutuhkan dukungan
dari masyarakat untuk beradaptasi. Jika kondisi ini terpenuhi dan merkuri bisa
direduksi, bolehlah kita berujar bahwa “Iklim Indonesia adalah iklim surga!”
1 komentar:
Write komentarHarrah's Cherokee Casino Resort - Mapyro
ReplyHarrah's 광주 출장샵 Cherokee Casino Resort features 4 restaurants, 목포 출장안마 an 논산 출장마사지 outdoor pool, and a casino. 공주 출장샵 Harrah's Cherokee Casino Resort offers 2100 of the hottest slot 사천 출장마사지 machines and
Berkomentar u/ kritik & saran yg baik, demi kemajuan bersama,,