Sejak beberapa dekade yang lalu, telah diketahui bahwa kelainan autistik berkaitan dengan pewarisan sifat. Untuk menentukan gen-gen yang terlibat dalam autisme, para peneliti melakukan skrining genom dengan menggunakan peta kromosom dan penanda. Penanda- penanda yang secara konsisten terdapat pada anggota-anggota keluarga penderita memberi petunjuk pada kromosom manakah gen-gen kandidat yang berpautan dengan penanda itu berada. Gen-gen kandidat dipelajari melalui dua cara yaitu berdasarkan lokasi dan fungsi gen. Para peneliti menguji adanya mutasi pada gen-gen kandidat. Bila ditemukan mutasi pada gen penderita berarti gen kandidat tersebut menyebabkan kelainan pada penderita. Dalam beberapa tahun terakhir ini, para peneliti mempelajari 5 buah kromosom yaitu 2, 3, 7, 15 dan X dengan gen-gen kandidat yaitu GABA, UBE3A, GAT1, OXTR, FOXP2, WNT2, dan RELN. Pengujian telah dilakukan terhadap banyak gen namun belum memberikan hasil yang memuaskan dan masih memerlukan analisis lebih lanjut. Namun baru-baru ini para peneliti telah berhasil mengetahui peta genom manusia secara lengkap sehingga identifikasi gen-gen yang berkaitan dengan penyakit dapat lebih mudah dilakukan. Di balik upaya dan kerja keras studi genetika biomolekuler autisme, terdapat harapan yang besar akan keberhasilan studi tersebut agar pertanyaan tentang penyebab, cara pencegahan dan pengobatan kelainan autistik dapat ditemukan jawabannya.
Studi
pada anak kembar penderita autisme
Pada tahun 1977, Folstein dan Rutter mempelajari autisme pada 21 pasang anak
kembar berjenis kelamin sama yang
minimal salah satunya menderita autisme. Mereka meneliti 11
pasang kembar monozigot dan
10 pasang dizigot. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pada kembar monozigot, 36%
menderita autisme bila saudara kembarnya autisme, sedangkan pada dizigot hanya
salah satu dari pasangan saudara kembar yang menderita autisme. Keadaan ini
disebabkan kembar monozigot berasal
dari satu telur sehingga pasangan kembar
mempunyai 100% gen-gen yang sama, sedangkan kembar dizigot (berasal dari dua telur yang berbeda) mempunyai kesamaan gen sebanyak
50%. Penemuan ini menunjukkan adanya komponen genetik pada autisme.
Skrining genom
Berdasarkan pada
hasil-hasil penelitian, peneliti berpendapat bahwa berpendapat
bahwa autisme berkaitan dengan
pewarisan sifat yang kompleks. Kelainan yang disebabkan pewarisan sifat
yang kompleks tidak mengikuti pola pewarisan yang
dapat diprediksi seperti pada kelainan terpaut X yang dominan atau resesif. Kadang-kadang mutasi pada beberapa
gen yang berbeda terjadi bila ada kombinasi dengan
faktor-faktor lingkungan seperti
bahan kimia, obat atau diet
tertentu. Tipe pewarisan seperti ini bersifat multifaktor karena
banyak faktor yaitu genetik dan atau lingkungan yang berbeda terlibat di dalamnya. Para
peneliti memperkirakan ada 15 buah gen yang
berkaitan dengan terjadinya autisme. Mungkin
saja setiap gen tersebut mempunyai efek yang sedikit, namun mutasi banyak gen akan menyebabkan autisme. Adalah hal
yang mungkin bahwa beberapa gen memberikan efek utama, namun gen yang spesifik berbeda antara satu
keluarga dengan keluarga lainnya.
Untuk menentukan gen- gen yang terlibat
dalam autisme, para peneliti melakukan skrining genom. Untuk skrining genom
ini, mereka menggunakan peta kromosom untuk mencari gen-gen. Seperti
halnya sebuah restoran dapat digunakan sebagai petunjuk dalam memberitahukan lokasi rumah seseorang, para peneliti
menggunakan penanda (marker)
untuk menemukan suatu gen (Sheidley). Penanda adalah urutan DNA
pada kromosom yang mungkin
sedikit berbeda di antara
orang-orang di dalam populasi. Perbedaan ini disebut juga polimorfisme
yang berperan sebagai penanda dan diujikan pada individu-individu yang dipelajari. Dalam melakukan skrining genom, peneliti mempelajari banyak penanda sepanjang genom dan berusaha menemukan penanda yang
secara konsisten terdapat pada anggota-anggota keluarga penderita, namun tidak
ditemukan pada anggota- anggota keluarga
bukan penderita. Penanda-penanda yang ada memberi petunjuk pada kromosom
manakah gen itu berada.
Dengan
bantuan
statistik, peneliti
dapat mengetahui jarak penanda- penanda dengan
gen. Uji lanjutan dengan penanda- penanda tambahan dapat mempersempit lokasi pencarian gen. Penanda yang
berlokasi sangat dekat dengan gen disebut terpaut (linked) karena penanda dan gen hampir selalu diwariskan
bersama-sama. Sekelompok penanda yang terpaut pada gen disebut perpautan (linkage). Informasi mengenai perpautan tidak menunjukkan bahwa
suatu gen telah berhasil
diidentifikasi, tapi bahwa lokasi gen
tersebut telah diketahui.
Gen kandidat
Informasi mengenai perpautan dari skrining
genom memberi gambaran kira-
kira di manakah posisi suatu gen pada
kromosom, namun. peneliti masih perlu menentukan lokasi pasti gen tersebut. Suatu metode yang umum untuk mencapai hal
itu adalah menggunakan gen- gen kandidat
yaitu gen-gen yang telah diketahui berlokasi pada daerah tertentu
pada kromosom dan mempunyai fungsi yang diduga
berkaitan dengan efek kelainan pada penderita penyakit. Para peneliti
menguji adanya mutasi pada gen-gen kandidat
yang diduga menyebabkan kelainan.
Bila tidak ditemukan
mutasi pada gen penderita kelainan berarti gen kandidat tersebut tidak menyebabkan kelainan
pada penderita. Bila semua gen
kandidat telah dipelajari dan
tidak satupun bertanggung jawab menyebabkan penyakit, maka
para peneliti mempelajari gen-gen yang
fungsinya belum diketahui.
Para peneliti menemukan gen-gen kandidat melalui cara yang bervariasi, tetapi secara
umum gen-gen kandidat dapat dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu posisional dan fungsional.
Gen-gen kandidat posisional
Gen kandidat
posisional diduga berkaitan dengan kelainan berdasarkan lokasi
gen
tersebut pada kromosom. Ketika suatu daerah kromosom terlihat berkaitan dengan autisme, peneliti mulai mempelajari
lebih jauh gen-gen yang telah
diidentifikasi berada pada daerah tersebut. Informasi mengenai
banyak gen yang telah
diidentifikasi dan dipetakan
dapat diperoleh melalui berbagai database hasil
penelitian Human Genom Project dan
penelitian-penelitian lainnya.
Peneliti juga memfokuskan diri
pada gen-gen yang
terdapat pada daerah tertentu dari kromosom bila terdapat individu-individu dengan kelainan yang juga mempunyai kelainan
kromosom di daerah tersebut. Sebagai
contoh, karena banyak individu penderita
autisme mempunyai duplikasi pada daerah dari kromosom 15, peneliti mempelajari gen-gen kandidat di daerah tersebut.
Gen-gen kandidat fungsional
Para peneliti
mempelajari gen-gen kandidat yang menghasilkan produk yang secara
umum dihasilkan oleh tubuh penderita suatu kelainan. Sebagai
contoh, penderita autisme mempunyai level serotonin
(neurotransmiter berupa senyawa kimia yang mengirimkan sinyal antar
sel-sel otak) di dalam darah yang lebih tinggi dibandingkan individu normal. Karena belum diketahui bagaimana hubungan antara serotonin dan autisme,
peneliti mempertimbangkan bahwa gen transpor serotonin adalah kandidat gen yang baik.
Pengujian dilakukan terhadap banyak
gen
hingga gen yang dimaksud dapat
ditemukan. Kemudian proses yang panjang
diperlukan untuk memahami bagaimana gen tersebut bekerja dan mengapa gen itu dapat menjadi
penyebab penyakit.
Meskipun gen-gen kandidat yang berkaitan dengan autisme terdapat pada banyak
daerah pada kromosom, para peneliti mefokuskan
diri pada 5 buah kromosom yaitu 2, 3, 7, 15 dan X (National Alliance
for Autism Research).
Penelusuran kromosom 15
Para peneliti telah menemukanbahwa beberapa individu autis mengalami perubahan kromosom berupa duplikasi pada daerah spesifik dari kromosom 15 (15q11-q13). Para peneliti juga telah menemukan segmen pendek DNA pada kromosom 15 yang dapat digunakan sebagai penanda bagi penderita autisme. Segmen itu memberi arahan bahwa gen penyebab autisme terdapat pada daerah tersebut, tapi gen yang sesungguhnya belum ditemukan. Peta kromosom 15 ditunjukkan oleh gambar 1.
Gen-gen GABA
Terdapat
beberapa gen kandidat untuk kelainan
autistik pada kromosom 15, termasuk tiga gen subunit
reseptor GABA yaitu GABRB3, GABRA5,
dan GABRG3. Gen-gen tersebut berperan dalam pembuatan protein untuk
pembentukan reseptor GABA. GABA (g- aminobutyric acid)
adalah senyawa kimia yang membawa pesan antar sel-sel saraf.
Peneliti tidak menemukan adanya asosiasi antara gen GABRA5 dengan kelainan
autistik. Walaupun demikian, peneliti
menduga bahwa gen – gen GABRB3 dan
GABRG3 mungkin berkaitan dengan
autisme.
Analisis
lebih jauh tentang gen–gen GABRB3 dan GABRG3 diperlukan untuk
memahami lebih dalam fungsi gen-gen tersebut dan kemungkinan kaitan mereka dengan kelainan autistik.
Gambar 1. Peta kromosom 15 (National Alliance for Autism Research) |
Gen
UBE3A
Gen UBE3A
adalah gen kandidat untuk autisme sebab berada pada 15q11-13 dan
berkaitan dengan Sindrom
Angelman, yaitu kelainan
genetik dengan gejala yang mirip dengan autisme. Sindrom
Angelman disebabkan oleh perubahan
atau delesi kopi UBE3A yang
diturunkan dari pihak ibu. Bila kopi UBE3A
dari pihak ayah berubah atau hilang, hal itu tidak mengakibatkan sindrom
Angelman. Penderita sindrom Angelman mengalami
retardasi mental, biasanya tidak dapat berbicara, tertawa
secara tidak wajar (tawa yang tidak berkaitan dengan situasi), dan mengepakkan
lengannya. Penderita sindrom ini mempunyai
ukuran kepala yang kecil, ataxia (ketidakmampuan untuk mengkoordinasikan gerakan otot), dan sering
menggerak-gerakkan tangan atau kaki. Para peneliti mempelajari gen UBE3A agar dapat mengetahui apakah gen
itu berkaitan dengan autisme.
Penelusuran kromosom 2
Sejumlah gen yang berkaitan dengan fungsi gastrointestinal pada kromosom 2
merupakan gen-gen kandidat untuk autisme. Buxbaum et al.
(2001) dan Shao et al. (2002) menemukan bahwa kromosom 2 berkaitan dengan autisme ketika mereka mempelajari
individu autis dengan keterlambatan kemampuan bicara.
Penelusuran kromosom 3
Dua gen kandidat
pada kromosom 3 adalah gen GAT1 dan OXTR (National
Alliance for Autism Research). Gen GAT1 menghasilkan protein yang bekerja sama dengan neurotransmiter yang disebut
GABA. GABA adalah salah satu senyawa kimia utama pada otak yang mengirimkan pesan antara sel-sel
otak. Para peneliti menduga bahwa GABA yang berlebihan atau tidak berfungsi
dengan baik dapat menstimulasi otak
secara berlebihan dan mengakibatkan
perilaku autistik.
Gen OXTR
adalah
gen yang menghasilkan protein reseptor oxytocin. Pada
hewan, gen ini berfungsi selama
perkembangan awal embrio
dan mungkin membantu dalam
perkembangan otak. Pada manusia, reseptor oxytocin ditemukan pada
otak, uterus dan kelenjar susu. Hal yang menarik, pada
studi pada hewan memperlihatkan bahwa oxytocin yang berlebih pada tikus
mengakibatkan perilaku yang berulang. Walaupun demikian, oxytocin
mungkin memberikan efek yang berbeda
pada manusia.
Penelusuran kromosom 7.
Gen-gen kandidat pada kromosom
7 adalah : FOXP2, WNT2, dan RELN (Gambar 2).
Gen FOXP2
Wassink et al. (2001) mempelajari FOXP2 yang berkaitan
dengan kemampuan bicara dan kemampuan
menggunakan tata bahasa. Karena
penderita mempunyai kelainan pada kemampuan bicara dan berbahasa, maka gen ini dipertimbangkan
sebagai gen kandidat untuk kelainan autistik.
Wassink
et al. mempelajari mutasi
pada gen itu dengan teknologi SSCP (Single-Strand Conformational
Gambar 2. Peta kromosom 7 |
Polymorphism) dan
analisis LD (Linkage Disequilibrium),
kemudian menyimpulkan bahwa FOXP2 tidak berkontribusi secara signifikan terhadap
kelainan autisme. Hasil penelitian Newbury et al. (2002)
mendukung hal tersebut.
Gen WNT2
Gen WNT2 terdapat pada lengan panjang
kromosom 7 dan terlibat dalam mengarahkan sel untuk mengetahui
tujuan dan tugasnya di dalam
tubuh. Pada tahun 2001, Wassink et al. melaporkan penemuan variasi
pada gen
WNT2 lebih sering dari yang diduga pada individu dengan kelainan autistik.
Penelitian lebih jauh diperlukan untuk mengetahui apakah gen WNT2 berkaitan
dengan autisme. McCoy et al. (2002) melakukan penelitian terhadap gen WNT2 dan mengambil kesimpulan yang berbeda dari Wassink et
al. (2001)
bahwa tidak terdapat kaitan antara gen WNT2 dan kelainan autistik.
Gen RELN
Gen RELN terdapat pada kromosom 7
dan berfungsi dalam regulasi
pembentukan sel-sel otak dan organisasi otak selama perkembangan
fetus. Gen RELN mempunyai ulangan trinukleotida yang polimorfik yaitu
tiga nukleotida yang berulang terus-menerus dalam jumlah yang bervariasi. Para
peneliti dari Universitas Duke
mempelajari ulangan (segmen
DNA yang
berulang) pada RELN dari partisipan Collaborative Autistic disorder Team study dan keluarga Autism Genetic Resource Exchange (AGRE).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada bukti yang
signifikan adanya asosiasi antara jumlah ulangan dalam gen RELN dengan kelainan autistik. Namun, ketika peneliti hanya mempelajari keluarga AGRE, mereka melihat bukti adanyya kemungkinan asosiasi antara gen-gen RELN yang mempunyai 8-10 ulangan dengan kelainan autistik.
Pada tahun 2001, Persico at al. melaporkan bahwa beberapa individu dengan
kelainan autistik mempunyai 10
hingga lebih ulangan pada gen RELN. Perbedaan di antara beberapa
penelitian sepertinya membingungkan, oleh
karena itu para peneliti menyimpulkan bahwa variasi pada gen RELN membutuhkan penelitian
lebih jauh.
Penelusuran kromosom X
Kromosom X
dan
Y berperan dalam determinasi seks individu. Seorang pria
mempunyai satu kromosom X dan satu kromosom
Y sedangkan wanita mempunyai dua kromosom X. Bila ada gen yang tidak
bekerja dengan baik pada salah satu kromosom X pada wanita maka gen pada
kromosom X kedua dapat menggantikannya. Hal ini tidak terjadi pada pria karena mereka hanya mempunyai satu kromosom X. Ketiadaan Kromosom cadangan menjelaskan mengapa beberapa kelainan yang dikenal sebagai kelainan terpaut X umum terjadi umum terjadi pada pria. Karena penderita autisme kebanyakan adalah pria, maka sejak dahulu para peneliti menduga bahwa mungkin terdapat gen atau beberapa gen pada kromosom X yang terlibat dengan autisme. Sejumlah penelitian menyimpulkan bahwa gen pada kromosom X bukanlah penyebab utama autisme. Walaupun demikian, suatu gen pada kromosom X yang mempengaruhi interaksi sosial dapat mempunyai andil pada perilaku yang berkaitan dengan autisme.
Pesimis vs optimis
Pada manusia, setiap sel mengandung 23 pasang kromosom, setengah berasal dari ayah (kromosom paternal) dan setengah lagi berasal dari ibu (kromosom maternal). Pada laki-laki terdapat 22 pasang kromosom, satu kromosom X dan satu kromosom Y, sedangkan pada perempuan terdapat 22 pasang kromosom dan satu pasang kromosom X. Pada satu buah kromosom terdapat 1.500 hingga 8.000 gen dengan jumlah nukleotida sebanyak 1,3x108 pb. Satu pita dari kromosom mengandung 50 hingga 100 gen dengan jumlah nukleotida sebanyak 3x106 pb, sedangkan satu buah gen terdiri atas 1,5 kb
hingga
2x106 pb (Gambar 3).
Satu buah gen
memang hanyalah bagian yang sangat kecil dari
sebuah kromosom oleh karena itu
ada begitu banyak gen-gen kandidat sepanjang genom yang perlu diteliti
satu persatu. Sepertinya keberhasilan dalam identifikasi gen atau gen-gen yang
berkaitan dengan autisme masih memerlukan
waktu yang sangat panjang.
Namun di sisi lain ada suatu kondisi yang menumbuhkan rasa optimis dalam diri
para peneliti yaitu bahwa pada tanggal 14 April 2003 the International Human Genome Sequencing Consortium mengumumkan bahwa
proyek genom manusia telah selesai 2,5 tahun lebih cepat dari rencana
dengan menghabiskan biaya 0,3 milyar
dolar lebih sedikit dari anggaran semula.
Hal ini sangat mengagumkan karena hanya dalam jangka waktu 50 tahun sejak
penemuan struktur double helix DNA
oleh Watson dan Crick telah
dapat
diketahui
Gambar 3. Skala pada
masalah pencarian gen kandidat secara posisional
(Gelehrter et
al., 1998).
|
genom manusia lengkap
sebanyak 3 milyar
pasangan basa.
Pengetahuan mengenai peta genom manusia secara lengkap sangat bermanfaat
untuk identifikasi gen-gen yang berkaitan dengan penyakit. Sikuensing genom manusia melibatkan ratusan peneliti dan 20 buah pusat
sikuensing dengan kerja sama
yang baik sehingga dapat selesai
lebih awal dari rencana. Dengan banyaknya peneliti
yang mencurahkan perhatiannya pada autisme dan kerja sama yang baik
di antara para peneliti, bukanlah hal yang mustahil bila gen-gen yang berkaitan
dengan autisme dapat diidentifikasi secara pasti dalam waktu yang relatif
singkat.
Penutup
Para peneliti mempelajari berbagai gen-gen kandidat sebelum berhasil
mengidentifikasi
gen-gen yang berhubungan dengan
kelainan tertentu. Suatu kelompok
peneliti melaporkan penemuan yang signifikan
tentang suatu gen kandidat, namun kelompok peneliti yang lain ternyata tidak
berhasil mengulang penemuan itu atau bahkan menemukan hasil yang sebaliknya.
Proses penemuan dan upaya konfirmasi gen-gen kandidat memang
memerlukan waktu yang panjang dan juga biaya yang besar.
Walaupun penelitian untuk mempelajari struktur dan fungsi gen penyebab autisme
bukanlah hal yang mudah, penelitian-penelitian
tersebut harus terus berlanjut sebab apabila gen atau gen-gen yang berperan dalam
autisme telah
diketahui maka diagnosis kelainan autistik, diagnosis prenatal, bahkan
terapi gen dapat dilakukan.
Betapa luar biasa apabila pertanyaan tentang penyebab, cara pencegahan,
dan pengobatan kelainan autistik yang
menjadi idaman para orang tua, keluarga penderita, klinisi, terapis dan para
profesional selama ini dapat terjawab melalui keberhasilan studi
aspek genetika biomolekuler
pada autisme.
Berkomentar u/ kritik & saran yg baik, demi kemajuan bersama,,