“Untuk apa (kesenangan) dunia
itu? Hidup saya di dunia
seperti seorang
pengendara yang berteduh di bawah
pohon, kemudian pergi dan meninggalkannya.” (HR At-Tirmidzi)
"Kecil bersuka dan muda terkenal, tua kaya raya mati masuk surga" itulah
lirik lagu Slank yang
berjudul "Entah Jadi Apa". Siapa yang tidak mau hidup
demikian,
jika
ditawarkan
dengan cuma- cuma,
mungkin
hanya sepersekian persen yang menolak. Tapi, begitukah hukum yang berlaku di dunia? Tentu tidak. Tidak ada buah tanpa pohon, tidak ada pemenang sebelum perlombaan berakhir,
dan
tidak datang yang
terang
sebelum yang gelap menghilang. Begitulah hidup
yang harus
dijalani
manusia. Jika ia ingin kemudahan, ia harus menciptakannya,
jika ingin makan, ia harus membuat atau membelinya. Tetapi, membeli
memerlukan uang
dan
uang tidak didapat di jalan saat kita menundukan kepala. Itulah sebuah proses, berawal dari yang kecil, melewati yang
sulit, kemudian
berkembang menjadi besar dan
akhirnya diperoleh hasil.
Proses berjalan beriringan dengan waktu. Waktu adalah sebuah dimensi
kehidupan yang
sangat berharga. Dimiliki setiap manusia dan menjadi saksi setiap
detik kejadian yang dialaminya. Tidak
dapat diputar kembali dan hanya sia- sia jika
tidak digunakan sebaik- baiknya. Setiap detik yang kita lalui sangatlah berharga, sama seperti tidak tergantikannya setiap detik proses yang berlangsung.
Jika
kita melewatinya maka kita kehilangan pelajaran- pelajaran berharga dari kehidupan. Saat kecil, kita
hanya tahu kalau ini menyenangkan dan hanya
menginginkannya tanpa mempedulikan bagaimana
dapat memperolehnya. Saat
masih muda, kita dihadapkan oleh banyak pilihan yang
setiap pilihan yang
kita ambil ada konsekuensianya. Entah diterima saat itu entah tidak, yang pasti
konsekuensi itu tetap
ada.
Jiwa muda adalah jiwa bersenang- senang, siapa yang
tidak tergiur oleh kesengan dunia yang menggoda. Gadget semakin canggih, tempat nongkrong dan hiburan semakin banyak, tempat belanja tumbuh
bagai jamur yang
menjajakan pernak- pernik yang memikat
hati. Siapa yang rela melewatkan semua itu, dan
memilih berbelok arah menuju
perpustakaan dengan rak tua yang berisi buku-
buku usang. Memilih
pulang dan bersembunyi
di
dalam
rumah atau kos.
Melamun memikirkan kuliah di dalam
kamar sendirian, bermalas- malasan,
padahal sepi dan pengap. Tentu tidak banyak yang memilih pilihan kedua. Kalau saya memilih pilihan ketiga, menggunakan gadget untuk beribadah dan belajar.
Nongkrong di perpustakaan
dengan
buku- buku yang menyejukan
pikiran,
di
dalam perpustakaan tidak hanya ada buku lama tentunya. Pergi ke luar bersama teman dan saling
bertukar pengalaman, menghadiri kajian bersama, dan belanja
berbagai kebutuhan secukupnya. Pulang ke rumah untuk melepas rindu
dengan orang tua, serta mengagendakan waktu di kamar untuk mengevaluasi dan membenahi diri. Itulah pilihan yang
saya pilih, saya harap itu juga manjadi pilihan
antum sekalian.
Tua kaya raya, siapa yang tidak mau. Tidak ada yang menginginkan hidupnya duka di waktu kecil, susah di kala muda, dan miskin saat tua,
apalagi
masuk neraka setelah meninggal dunia. Namun, sekali
lagi semua
itu adalah proses yang tidak sederhana. Proses menjadi manusia yang berharga di mata
Allah swt dan
manusia yang tidak mudah.
Hidup bersuka di waktu kecil adalah hal yang
wajar mengingat anak kecil yang hanya tahu bagaimana
caranya menyenangan diri. Saat muda seharusnya tidak sekadar memikirkan yang senang, mulailah bepikir untuk yang
benar. Sudah benarkah
sikap saya, sudah sesuaikah ibadah saya dengan syariat,
sudah tepatkah saya
melakukan semua ini,
itulah yang seharusnya di tekankan.
Bukan lagi berpikir tentang
diri sendiri, tapi berpikir tentang kelangsungan hidup
di masa depan,
dan
berpikir tentang agama.
Apakah tahun-
tahun ke depan kebebasan
beribadah dapat terwujud seperti sekarang? Mengingat liberalisasi semakin luas dan fitnah- fitnah tak berperasaan semakin menyudutkan
Islam. Itulah sekelumit
tantangan yang harus dihadapi anak muda. Bukan sekadar tantangan untuk
bersenang- senang dalam hidup. Ingatlah bahwa kita
tidak hanya hidup di dunia, kita hanya sementara di dunia. Bersenang- senang tentu boleh, tidak ada salahnya
memanfaatkan waktu yang
hanya sebentar. Tapi, tetaplah ingat Allah, ingatlah
bahwa kematian bisa datang sewaktu- waktu. Jangan
biarkan kesengan
dunia membuat kita lalai
kepada Allah,
Rabb Yang Maha Pencipta.
Masuk syurga setelah meninggal dunia,
itulah tujuan manusia hidup di
dunia. Manusia melewati lika- liku kehidupan di dunia
untuk mendapatkan ridha Allah dan kemudian masuk syurga. Oleh karena itu, sungguh merugi orang- orang
yang tidak dapat mencium bau syurga karena kelakuannya di dunia. Inilah takdir
bagi wanita yang berpakaian tapi tidak seperti berpakaian. Na’udzubillah, semoga
kita
tidak termasuk golongan mereka. Urusan dunia seringkali memebuat kita lalai. Menjadi parasit bagi iman kita yang rapuh. Terkadang, tanpa kita sadari seringkali kita menunda solat karena
suatu urusan, memendekan waktu tadarus karena hendak pergi, terburu- buru salat karena
takut ketiggalan suatu urusan
dunia. Padahal Allah tidak pernah meminta banyak waktu dari kita untuk salat yang hanya 5 kali berapa menit dalam 24 jam. Juga tidak menetapkan berapa
menit untuk bersenandung
membaca ayat suci Al Qur’an. Allah sangat mengasihi
makhluknya yang sedang bersujud di hadapannya,
memohon
ampunan dan
berdo’a kepada-Nya. Bahkan Allah akan berlari medekati kita, padahal kita hanya berjalan. Begitu besar cinta Allah kepada makhluknya, lalu pantaskah kita berlaku
demikian? Tentu
tidak.
Sadarlah bahwa kita hanya manusia yang rapuh. Oleh karena itu, kita perlu suntikan
iman agar tetap kuat. Kita hanya makhluk yang tidak berpengetahuan sehingga kita perlu belajar. Kita hanya makhluk yang mudah tersesat sehingga
memerlukan Al Qur’an dan hadist agar tetap di jalan yang
benar. Kita hanya manusia yang
singgah sebentar di dunia, jadi manfaatkanlah kesempatan selagi
masih bisa.
Berkomentar u/ kritik & saran yg baik, demi kemajuan bersama,,